Risiko Fatal di Balik Transfer Data yang Sembarangan
4 mins read

Risiko Fatal di Balik Transfer Data yang Sembarangan

Di era digital saat ini, data merupakan aset strategis yang vital bagi perusahaan. Namun, seiring dengan meningkatnya volume dan kompleksitas data yang ditransfer antar sistem, divisi, hingga lintas negara, risiko kebocoran dan penyalahgunaan data juga semakin tinggi. Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami praktik transfer data yang aman sebagai bagian dari tata kelola data dan manajemen risiko.

Menurut laporan Cisco Data Privacy Benchmark Study (2023), 94% perusahaan global yang berinvestasi dalam tata kelola data dan privasi mendapatkan manfaat bisnis nyata, mulai dari efisiensi operasional hingga kepercayaan pelanggan yang meningkat. Ini membuktikan bahwa keamanan data, termasuk saat transfer, bukan hanya kebutuhan teknis, tapi juga strategi bisnis.

Pentingnya Transfer Data yang Aman

Risiko Fatal di Balik Transfer Data yang Sembarangan. (Foto: Ilustrasi)

Memindahkan data perusahaan adalah proses memindahkan informasi dari satu entitas ke entitas lainnya, baik secara internal (antardivisi) maupun eksternal (mitra atau vendor pihak ketiga). Proses ini mencakup data pribadi karyawan, informasi pelanggan, data transaksi, hingga data strategis perusahaan.

Praktik transfer data yang tidak aman dapat menimbulkan berbagai risiko, seperti pelanggaran data, gugatan hukum, kerugian finansial, hingga rusaknya reputasi perusahaan. Hal ini sejalan dengan kewajiban hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). UU ini mewajibkan setiap entitas untuk melindungi data pribadi selama penyimpanan, pemrosesan, dan transfer.

Baca Juga: Alfamart Akuisisi Lawson Rp 200 Miliar: Strategi dan Risikonya

Prinsip-Prinsip Transfer Data yang Aman

Merujuk pada standar global seperti GDPR (General Data Protection Regulation) dan ISO/IEC 27001, serta pedoman dari Kominfo dan UU PDP, berikut beberapa prinsip utama dalam melakukan transfer data yang aman:

  1. Persetujuan Subjek Data (Consent):
    Transfer data pribadi harus dilakukan dengan persetujuan eksplisit dari pemilik data, kecuali untuk kepentingan hukum tertentu yang dikecualikan.

  2. Tujuan yang Jelas dan Sah:
    Transfer data harus memiliki tujuan yang spesifik dan sesuai dengan keperluan yang disetujui oleh subjek data.

  3. Proteksi Teknis dan Organisasional:
    Gunakan enkripsi, firewall, VPN, serta kebijakan internal yang ketat untuk melindungi data selama proses transfer.

  4. Penilaian Risiko dan Data Protection Impact Assessment (DPIA):
    Sebelum transfer dilakukan, perusahaan disarankan melakukan Data Protection Impact Assessment untuk mengidentifikasi potensi risiko dan cara mitigasinya.

  5. Kontrak dengan Pihak Ketiga:
    Jika melibatkan vendor atau mitra, perlu ada Data Processing Agreement (DPA) yang mengatur tanggung jawab dan standar keamanan data.

Mitigasi Risiko dalam Proses Transfer Data

Berikut adalah beberapa langkah mitigasi risiko yang disarankan oleh praktisi hukum dan pakar keamanan siber:

  • Audit Berkala:
    Lakukan evaluasi rutin terhadap sistem dan kebijakan transfer data. Gunakan pendekatan berbasis risiko untuk menentukan prioritas perlindungan.

  • Pelatihan Karyawan:
    Edukasi internal sangat penting agar semua level organisasi memahami cara menangani dan mentransfer data dengan aman.

  • Sertifikasi dan Standar Internasional:
    Implementasikan standar seperti ISO/IEC 27001 untuk keamanan informasi atau ISO/IEC 27701 untuk perlindungan data pribadi.

  • Monitoring dan Logging:
    Semua proses transfer data harus memiliki jejak digital yang bisa dilacak untuk mencegah aktivitas yang tidak sah atau tidak terotorisasi.

Transfer Data Lintas Negara

UU PDP Indonesia juga mengatur transfer data lintas negara. Perusahaan harus memastikan bahwa negara tujuan memiliki tingkat perlindungan data yang setara atau lebih baik dari Indonesia. Jika tidak, perusahaan wajib memperoleh persetujuan dari subjek data dan melapor ke otoritas terkait. Menurut jurnal International Data Privacy Law (Oxford University Press), praktik terbaik untuk transfer lintas negara mencakup penggunaan standard contractual clauses (SCCs) dan binding corporate rules (BCRs), terutama bagi perusahaan multinasional.

Baca Juga: Transformasi Digital UMKM 2025: Peluang dan Tantangan

Studi Kasus Singkat: Pelanggaran Akibat Transfer Data

Pada 2023, salah satu startup teknologi Indonesia mengalami kebocoran data pengguna karena proses transfer data yang tidak terenkripsi antara sistem CRM dan layanan cloud. Hal ini menyebabkan lebih dari 150.000 data pelanggan terekspos di dark web. Insiden ini menjadi sorotan publik dan berdampak langsung pada kepercayaan konsumen serta nilai valuasi perusahaan di pasar.

Penutup

Migrasi data bukan sekadar aktivitas teknis, melainkan bagian penting dari strategi tata kelola data perusahaan. Dalam menghadapi kompleksitas regulasi dan risiko siber yang meningkat, pendekatan yang terencana, berbasis risiko, serta sesuai hukum adalah kunci utama.

Dengan menerapkan praktik terbaik transfer data yang aman, perusahaan tak hanya mematuhi regulasi, tetapi juga menjaga kepercayaan pelanggan dan memperkuat posisi bisnis di era digital yang kompetitif.

One thought on “Risiko Fatal di Balik Transfer Data yang Sembarangan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *