PPh 22 Marketplace Sudah Berlaku! Banyak UMKM Belum Siap?
Pada 14 Juli 2025, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 37 Tahun 2025, yang mewajibkan marketplace atau penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) untuk memungut PPh 22 final sebesar 0,5% dari setiap transaksi pedagang yang berjualan di platform mereka. Pemungutan dilakukan saat transaksi berhasil dan dana diterima oleh penjual.
Kebijakan ini bukanlah pungutan baru, melainkan penyederhanaan mekanisme yang sebelumnya dilakukan sendiri oleh pelaku usaha. Kini, tugas itu dialihkan ke pihak platform agar lebih terstruktur dan efisien. Direktur Penyuluhan DJP menyatakan bahwa pendekatan ini akan memperluas basis pajak sekaligus mengurangi beban administrasi pelaku usaha.
Regulasi ini hanya berlaku bagi pedagang yang memiliki omzet lebih dari Rp500 juta per tahun. Pedagang kecil dengan omzet di bawah ambang tersebut tetap bebas dari pemungutan, asal mengunggah surat pernyataan omzet atau SKB dari DJP. Kategori yang dikecualikan juga mencakup logam mulia, token listrik, tanah dan bangunan, serta layanan transportasi online.
Dampak bagi UMKM

1. Efisiensi Tata Kelola Pajak
UMKM kini tak perlu lagi menghitung dan menyetorkan PPh final secara manual. Marketplace akan langsung memotong dan melaporkan pajak tersebut secara kolektif ke DJP, menjadikan proses lebih efisien, terutama untuk UMKM yang tidak memiliki staf akuntansi khusus.
2. Tantangan Modal Kerja
Meskipun kecil, pemotongan 0,5% dari transaksi dapat memengaruhi cash flow UMKM, khususnya pelaku dengan margin laba rendah atau yang masih dalam tahap pengembangan. Beberapa asosiasi e-commerce meminta masa transisi untuk adaptasi sistem dan edukasi penjual secara menyeluruh.
3. Inklusivitas Pajak Digital
Regulasi ini memperkuat inklusi fiskal dengan menjangkau pedagang online informal yang selama ini belum masuk dalam sistem pajak nasional. Ini juga membuka akses mereka terhadap pembiayaan formal karena profil perpajakannya kini tercatat.
Baca Juga: Tarif Ekspor AS – Indonesia Turun ke 19%, RI Raup Peluang Baru
Dampak terhadap Brand & Marketplace
1. Investasi Teknologi
Marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak kini harus memperbarui backend system mereka untuk mengenali status pedagang, menghitung pajak, dan menyetorkan ke kas negara. Fitur ini termasuk manajemen dokumen seperti unggahan SKB, pengecekan NIK/NIB, dan dashboard pajak seller.
2. Pentingnya Komunikasi
Brand harus menyosialisasikan perubahan ini secara terbuka kepada mitra seller mereka. Kesalahan komunikasi bisa menyebabkan kesalahpahaman, seperti anggapan bahwa harga produk akan naik akibat pajak, padahal hanya pedagang besar yang terdampak.
3. Reputasi Brand dan Kepatuhan
Dalam jangka panjang, brand e-commerce yang terdaftar sebagai pedagang resmi dan patuh pajak akan memiliki nilai reputasi lebih baik di mata konsumen. Branding sebagai “bisnis legal dan transparan” bisa meningkatkan loyalitas pembeli.
Strategi Bertahan dan Tumbuh
Agar tidak tersingkir oleh perubahan ini, brand e-commerce dan UMKM bisa menerapkan strategi berikut:
-
Penyuluhan Internal Seller
Bangun kanal edukasi internal berupa e-book, video, atau webinar untuk menjelaskan mekanisme PPh 22 dan cara menghindari pemotongan dengan mengunggah SKB. -
Inovasi Harga & Diskon
Kombinasikan strategi bundling produk, cashback internal, dan loyalty point untuk mengompensasi potensi turunnya margin akibat pemotongan pajak. -
Partisipasi dalam Asosiasi
Bergabung dengan asosiasi seperti idEA atau HIPMI untuk mendapatkan masukan regulasi dan terlibat dalam dialog dengan pemerintah. -
Penyesuaian Sistem ERP
Bagi brand besar, sinkronisasi sistem ERP dengan marketplace dan integrasi API pajak menjadi hal wajib untuk efisiensi pelaporan dan rekonsiliasi keuangan. -
Gunakan Narasi “Usaha Resmi” dalam Pemasaran
Tonjolkan bahwa bisnis Anda telah memenuhi kewajiban perpajakan, ini bisa menjadi selling point baru untuk konsumen yang mulai sadar legalitas dan perlindungan transaksi.
Baca Juga: AirAsia Perkuat Konektivitas Lewat Rute Palembang–KL & Bali–Adelaide
Penutup
PMK 37/2025 adalah langkah strategis dalam reformasi fiskal digital Indonesia. Marketplace yang bertanggung jawab atas pemungutan pajak memudahkan negara meningkatkan kepatuhan pajak tanpa menambah beban UMKM kecil.
Bagi pelaku e-commerce, inilah saatnya untuk bertransformasi, memperkuat sistem internal, menyelaraskan strategi keuangan, dan membangun brand yang patuh dan terpercaya.
Jika direspon secara proaktif, regulasi ini justru bisa menjadi katalis bagi tumbuhnya ekosistem digital commerce yang lebih sehat dan berkelanjutan.

One thought on “PPh 22 Marketplace Sudah Berlaku! Banyak UMKM Belum Siap?”